“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Al-‘Alaq 96:6-7)
Manusia itu pada dasarnya suka melampaui batas karena memandang dirinya serba cukup, kaya dan tidak membutuhkan orang lain. Padahal mau makan, mau minum, meski kita punya banyak uang kalau nggak ada yang namanya petani dan tukang gali sumur rasanya akan sangat susah untuk mendapatkan makanan dan minuman itu. Bagaimana pun kita tidak bisa hidup sendiri karena kebutuhan hidup manusia serba kompleks, perlu banyak tangan-tangan manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia yang serba kompleks itu. Bagaimana pun hebatnya kita, kita tetap saja membutuhkan orang lain untuk mengisi kehidupan kita, dan hubungan kita kepada sesama manusia tidak bisa dihindari.
Lalu, bagaimana hubungan kita kepada Tuhan, Dialah yang menciptakan kita, seharusnya kita benar-benar menghamba dan mengabdi semata-mata hanya kepada-Nya. Namun sebagian orang karena bertentangan dengan keinginannya lalu tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata, padahal tadinya dia hanyalah setitik mani yang hina yang tidak ada apa-apanya.
“Dia telah menciptakan manusia dari mani,tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.” (An-Nahl 16:4)
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia itu betapa congkaknya ia, ia tidak mengakui siapa yang menciptakan-Nya lalu berdasarkan keinginan nafsunya ia malah memilih yang lain untuk diakui sebagai tuhannya, tuhan yang tidak mampu menolong dirinya sendiri. Betapa bodohnya manusia, dimanakah mereka menaruh akalnya, tidak berpikirkah ia kalau apa yang mereka persangkakan sebagai tuhan itu adalah sesuatu yang amat sangat lemah. Karena sangking lemahnya ia sehingga ia tidak mampu menyelamatkan dirinya dari hukuman manusia itu sendiri. Lihatlah Yesus yang dianggap sebagai tuhan oleh kaum Nasrani, karena sangking lemahnya ia sehingga ia tidak mampu menolong dirinya dari kayu salib, kelemahannya itu menandakan bahwa dia juga adalah seorang manusia seperti kita dan bukan tuhan.
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia.”
Para pembaca yang budiman, ayat ini sepertinya hendak menunjukkan kepada kita bahwa manusia itu juga fana, berumur terbatas dan sangat lemah, dan dia (Yesus) juga adalah manusia yang butuh oksigen untuk hidup, dia juga adalah manusia yang sudah ditentukan rezki dan ajalnya, dan ketetapan Allah itu berlaku kepada seluruh manusia hingga akhir zaman. Kata tanah menunjukkan sesuatu yang sangat kecil, merupakan tumpukan dari debu-debu yang relatif kecil dari barang yang besar, apalagi mau dibandingkan dengan dunia dan seisinya. Ayat ini membantah ketuhanan Yesus bagi kaum nasrani dan membantah orang-orang Islam yang masih beranggapan bahwa Isa al Masih diangkat ke langit dengan tubuh kasarnya yang butuh oksigen.
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya.” (Ali Imran3:55)
Ayat ini menjelaskan bahwa Isa al Masih akan sampai kepada ajalnya, maksudnya akan wafat seperti lazimnya manusia pada umumnya terkena sunnatullah kematian. “Setiap nafas (yang berjiwa) akan menghadapi kematian.” (Ali Imran 3:185). Setalah itu barulah Isa diangkat ke sisi-Nya, pengertian ini juga tidak menggambarkan kalau Isa al Masih di angkat ke langit melainkan yang diangkat adalah derajatnya, itu sebagaimana penjelasan Irene Handono pada majalah ALKISAH No. 26/19 Des. 2005 – 1 Jan. 2006 yang menyatakan bahwa penggunaan kata “rafa’a” seperti yang kita temui dalam surah Al-Mujadilah ayat 11 “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” Makna pengangkatan yang sama juga diberikan kepada Nabi Idris dalam surah Maryam ayat 57.
Selain itu ada juga anggapan jika Nabi Adam as. tidak memkan “buah larangan” maka beliau akan hidup abadi. Ayat-ayat al-Qur’an yang pertama hingga terakhir di atas telah menyampaikan sebuah ketetapan kepada kita bahwa anggapan-anggapan itu tidak masuk akal sambil mengisyaratkan janganlah menjadi makhluk yang melampaui batas, maksudnya melampaui ketetapan manusia yang sudah digariskan bahwa yang namanya manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian.